Agustus 2015 lalu untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan Sabah, Malaysia yaitu Pulau Sebatik.
Untuk sampai ke Pulau ini dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi laut maupun udara (melalui Nunukan), namun daripada menggunakan pesawat kecil, aku lebih memilih menggunakan jalur laut, selain lebih santai, biaya juga lebih murah *aslinya takut naik pesawat baling-baling bambu hahaa.
Perjalananku ke Pulau Sebatik dimulai dari Pelabuhan Ferry Tarakan, Sekitar pukul 17.30pm aku sudah berada di pelabuhan, namun kapal berangkat sekitar pukul 19.00pm. Harga tiket kapal ferry Tarakan-Nunukan Rp100 ribu per orang. Kurang lebih 8-9jam perjalanan laut menggunakan ferry, untungnya kapal berangkat malam, jadi sepanjang perjalanan bisa tidur, bangun-bangun udah nyampe Nunukan aja. *asikkk
Pagi sekali kapal sudah sandar di pelabuhan ferry di Nunukan, langit masih gelap, kami pun gak buru-buru turun dari kapal. Perjalanan laut tidak hanya sampai disini, kami masih harus menyebrang menggunakan kapal kecil, kira-kira 15 menit untuk sampai di Pulau Sebatik.
Setibanya di Pulau Sebatik tidak ada sesuatu yang WOW sebenarnya, kapal berhenti dan kami diturunkan di pelabuhan kecil disekitaran rumah penduduk yang bersentuhan langsung dengan pinggir laut, tepatnya di Desa Binalawan, Kecamatan Sebatik Barat.
Dari hasil pengamatan, mayoritas penduduk desa ini menggantungkan hidupnya sebagai nelayan dan juga bertani rumput laut. Suasana pedesaan di Desa Binalawan masih sangat terasa, bahkan saat perjalanan menuju Bebatu (tempat tujuan) kami sempat melihat sekumpulan babi hutan yang keluar ke jalan. Histeris bukan main di jalan liat beginian, maklum pertama kali lihat babi hidup, biasanya boneka doank, hehee.
Dari hasil pengamatan, mayoritas penduduk desa ini menggantungkan hidupnya sebagai nelayan dan juga bertani rumput laut. Suasana pedesaan di Desa Binalawan masih sangat terasa, bahkan saat perjalanan menuju Bebatu (tempat tujuan) kami sempat melihat sekumpulan babi hutan yang keluar ke jalan. Histeris bukan main di jalan liat beginian, maklum pertama kali lihat babi hidup, biasanya boneka doank, hehee.
Ada kesenangan tersendiri bisa mengunjungi tempat-tempat yang belum banyak mall, bangunan-bangunan tinggi, serta kendaraan padat di jalan. Walau Tarakan (tempat domisili eyke) gak rame-rame banget, tetap aja kadang ada rasa sumpek. Makanya pas lihat hewan ternak dilepas bebas di jalan, pohon buah yang lagi berbuah aja udah senang banget *kalau saya bahagia mah simple..
Gak banyak aktifitas di hari pertama di Pulau Sebatik, yaa gitu deh, main disekitaran kampung, nikmatin suasana aja..
#Day2
Hari kedua di Pulau Sebatik aku mulai dengan melanjutkan perjalanan ke Desa Sei. Manurung. Kebiasaan kalau lagi berkunjung ke daerah lain biasanya sering nanya objek wisata atau sesuatu yang unik di daerah setempat. Akhirnya dapat info untuk berkunjung ke Desa Aji Kuning. Ada apa disana? Yapp kalau pernah nonton berita di TV tentang daerah perbatasan Indonesia-Malaysia, ada rumah yang dapurnya di Malaysia, dan terasnya di Indonesia, nah tujuanku kali ini ke desa tersebut. Perjalanan darat ditempuh kurang lebih 1 jam dari Sei. Manurung. Jalan yang dilalui naik turun bukit, beliku-liku, serta deretan pohon berbaris sepanjang jalan, karakternya sama seperti jalan-jalan darat lain yang pernah aku lalui di kalimantan. Setelah beberapa menit perjalanan, kami pun sampai di Sei. Nyamuk. Pusat kota Pulau Sebatik berada di Sei. Nyamuk, perkantoran, toko-toko dan tempat hiburan lainnya lumayan lengkap disini. Sempat ngebayangin, kasian baget kalau dari Desa Binalawan, Bebatu, atau dari Sei. Manurung harus jalan berkilo-kilo untuk berbelanja kebutuhan pokok ke Sei. Nyamuk. Kami pun tidak mau melewatkan kesempatan untuk berbelanja di Sei. Nyamuk, sebelum melanjutkan perjalanan menuju Desa Aji Kuning, kami juga singgah di salah satu minimarket untuk mempersiapkan bekal selama di perjalanan nanti, hehe.
Dari pusat kota Sei. Nyamuk kurang lebih 15 menit perjalanan, dan akhirnya kami sampai di Desa Aji Kuning. Ternyata antara batas Indonesia - Malaysia cuma patok dari batang kayu kecil dikasih bendera merah putih. Simple banget mengingat ini batas antar negara *ngalahin patok tanah kaplingan ini mah, hehee. Tapi disebelah patok itu ada pos jaga TNI AD dan ada bapak-bapak tentara yang siap siaga menjaga NKRI. Dari patok itu jelas terlihat deretan rumah yang emang berada di antara Indonesia dan Malaysia.
Dari pusat kota Sei. Nyamuk kurang lebih 15 menit perjalanan, dan akhirnya kami sampai di Desa Aji Kuning. Ternyata antara batas Indonesia - Malaysia cuma patok dari batang kayu kecil dikasih bendera merah putih. Simple banget mengingat ini batas antar negara *ngalahin patok tanah kaplingan ini mah, hehee. Tapi disebelah patok itu ada pos jaga TNI AD dan ada bapak-bapak tentara yang siap siaga menjaga NKRI. Dari patok itu jelas terlihat deretan rumah yang emang berada di antara Indonesia dan Malaysia.
The 3rd Marker (P3) that divinding two countries. The foot of my right was in Indonesia and my left was in Malaysia. |
Berada beberapa menit disana cukup membuatku menyaksikan secara langsung bagaimana kehidupan di daerah perbatasan. Saat baru turun dari mobil ada seorang pemuda menghampiri menawarkan jasa pengurusan + guide untuk memasuki wilayah Malaysia. Yahh kami tolak donk, secara kita cuma mau mampir di perbatasan doank, kalaupun pengen ke negeri seberang, aku lebih milih lewat jalur resmi daripada kucing-kucingan, ketahuan trus kena deportasi malah ribet, hahaa hayalanku.. but, that's just my opinion loh yah.. Selain itu hal unik lainnya yang aku jumpai, masyarakat disana juga biasa bertransaksi menggunakan dua mata uang, rupiah dan ringgit.
Oyaa satu hal lagi, sinyal provider Malaysia lebih kenceng disana, so lebih baik HP di non-aktifkan, karena bisa kena roaming padahal masih di wilayah Indonesia, tiba-tiba pulsa udah habis aja *syedihhh hayati :(
SMS Notifikasi dari T-S*l, padahal gak ke Malaysia :p |
Setelah puas berada di Desa Aji Kuning, kami memutuskan untuk melanjutkan petualangan. Tujuan kami selanjutnya yaitu berburu durennnn, asikkkkk... kita berencana berburu ke kebunnya langsung. Perjalanan menuju kebun durian lumayan jauh, masuk-masuk hutan, jalannya juga sebagian ada yang belum diaspal. Sepanjang jalan udah terbayang-bayang makan durian langsung di bawah pohonnya. Namun hayalan tinggalah hayalan, pas sampai di tempat tujuan ternyata pohon duriannya sudah lebih dulu dipanen, dan buahnya pun udah dibawa oleh pengepul *nangis darah hikshiks. Untung masih ada sisa-sisa durian simpanan juragannya, walau gak jadi liat prosesi panen duren, ya lumayan mengobati kekecewaan sudah jauh-jauh datang kesana.
Dengan berakhirnya perburuan duren hingga ke pelosok, berakhir pula petualangan hari kedua di Pulau Sebatik. Namun, sebelum pulang ke Sei. Manurung kami sempatin mampir di Tugu Perbatasan Garuda Merdeka, kayaknya gak afdol kalau main ke Sebatik gak mampir dan foto disini.
NKRI Harga Mati TITIK!! |
To be continue...
Note: Trip hari terakhir di Pulau Sebatik aku shere di postingan selanjutnya ya.. karena kepanjangan jd aku buat dua part.
Seharusnya tulisan ini di posting di tahun 2015, karena kejadiannya emang tahun lalu. Namun, apalah daya lagi-lagi aku gak bisa menyelesaikan target tepat waktu *ada beberapa tulisan 2015 lagi yang masih nyangkut di draft, hiks.. Semoga kedepannya aku bisa lebih rajin lagi nulisnya dan postingan di tahun 2016 bisa lebih banyak, amin. :)
Oke!! Cukup sekian dan terima kasih *apaansih hahaha...